Makanan Goyang Lidah Di Riau
Makanan Goyang Lidah Di Riau - Setiap kali ada kesempatan untuk berkunjung ke suatu daerah, yang
pertama terpikir adalah Kulinernya! Sebagai pecinta makanan, aku memang
paling suka mencicipi makanan khas daerah. Kebetulan ada agenda 3 hari
ke daerah Riau, dan ini pertama kalinya aku berkunjung ke Riau. Untung
ada teman di sana jadi nggak perlu bingung. Yang sering aku dengar
tentang Riau adalah daerahnya panas, udaranya berminyak, banyak asap dan
hal-hal yang sepertinya kurang menyenangkan. Apa iya?
Tanggal 18 April siang aku sampai ke Pekanbaru, udara panas langsung
terasa begitu keluar dari bandara Sultan Syarif Kasim II. Walaupun masih
beberapa kali hujan tapi terlihat tanah yang gersang, berwarna kuning,
kalau menurut penduduk setempat kebanyakan tanah di daerah itu adalah
tanah gambut. Jika dilihat dari udara, akan terlihat hamparan tanah
menguning dan luasnya areal perkebunan kelapa sawit. Aku langsung menuju
ke Bangkinang, sebuah kecamatan di kabupaten Kampar, sekitar 2 jam dari
Pekanbaru. Karena jam sudah menunjukan pukul 12, kami berhenti sejenak
di rumah makan di daerah Pekanbaru. Rumah Makan Padang! Eh, emang nggak
ada rumah makan Pekanbaru? Konon katanya, penduduk Riau banyak
didominasi oleh orang Padang, jadilah banyak terdapat rumah makan
Padang. Aku ikuti menu temenku yang asli orang Riau, ayam pop! eh tapi
ayam pop di Riau beda sama yang biasanya aku makan di rumah makan
padang, ini pake goreng tepung ala ayam kentucky. Sayur yang biasanya
ada di porsi makanan padang juga berubah, mungkin karena sudah
beradaptasi dengan selera penduduk setempat. Kalau biasanya ada rebusan
daun singkong dan gulai nangka muda, ini berganti menjadi tumisan kol
dan tauge. Tapi tetep kok, enak!! Yang beda, kok nggak pedas ya?
Puas makan, perjalanan berlanjut ke Bangkinang, menurut temanku
sehari sebelumnya banjir melanda daerah seputar jembatan menuju ke
bangkinang, Daerah Riau dilalui oleh beberapa sungai, salah satunya
sungai Kampar. Makanan khas daerah situ banyak didominasi oleh masakan
ikan air tawar. Nggak sabar untuk mencicipi makanan khas-nya :). Tidak
banyak pemandangan yang bisa dilihat di daerah Riau, oleh karena itu
penduduk riau lebih banyak menghabiskan liburan ke Padang atau ke Batam.
Jalan yang kulalui adalah jalan Trans Sumbar, jika diikuti terus akan
sampai ke Sumatera Barat. Kabupaten Kampar memang berbatasan langsung
dengan Sumatera Barat, konon katanya di daerah perbatasan kita bisa
menjumpai pemandangan yang menakjubkan dengan kontur jalan yang
berkelok-kelok serta makanan khas yang katanya paling enak se-sumbar,
yaitu di daerah Payakumbuh. Makanan lagi.. makanan lagi hahaha.
Malam harinya aku sudah sangat berharap bisa mencicipi makanan khas
Bangkinang, tapi ternyata temanku malah membawaku ke Kafe, katanya kalau
menjamu tamu biasanya ke Kafe. Ya sudahlah, mudah2an besok! Dan
benar saja, besok siangnya kami makan di daerah Kuok, di sebuah warung
makan yang menyediakan masakan Kampung!
So exciting! Kali ini aku cicipi masakan ikan lomang yang di gulai
dengan sayur pelengkap semacam urap (kalau di Jawa) dan sambal hijau.
Endang begindang! Recommended! Tapi kok nggak pedas ya? 😀 *lagi-lagi*.
Di tengah asiknya makan terdengar bungi “DUARRR!!”, semacam bunyi
ledakan yang cukup keras. Eh ternyata ada truk besar, gandeng pula yang
pecah ban, tepat di depan warung, maklum warungnya di pinggir jalan
Trans Sumbar. Untung pada saat itu truk melaju pelan, jadi jalannya
masih terkendali. Alhamdulillah tidak terjadi kecelakaan, truk berhenti
di pinggir jalan dan pak sopir segera mengganti ban. Pada hari-hari
liburan hal ini bisa menmbuat macet panjang katanya.
Keesokan harinya saatnya menikmati pagi di Bangkinang. Jam 06.00 aku
keluar hotel, di luar masih agak gelap, jalanan kota masih sangat sepi.
Terlihat tugu kota Bangkinang di perempatan jalan, namanya apa ya?
Rada ciut nyalinya karena aku jalan sendirian. Hanya sesekali ada
becak lewat menawarkan tumpangan, dan satu dua orang yang lari pagi.
Tujuanku ke masjid besar di seberang jalan depan hotel. Ada masjid
semegah itu untuk kota sesepi ini hehehe .. ternyata itu Islamic Center,
lagi-lagi sepi niaann .. hanya satu dua orang yang ada di lingkungan
masjid, motor yang tiba-tiba berhenti di depan masjid malah membuatku
was-was, lah kebanyakan baca berita kriminal sih! 🙁 Aku berjalan keluar
sisi, ada warung lontong sayur .. mo cobain tapi karena sudah ada
sarapan di hotel jadinya batal deh.
Sorenya aku kembali ke Pekanbaru. Di sepanjang jalan trans Sumbar
banyak didapati penjual buah nanas. Di situ memang daerah penghasil buah
nanas, katanya sih buah nanas daerah situ lebih juicy di banding buah
nanas pada umumnya. Ada yang dijual mentahan, ada yang dibuat keripik.
Sayang nggak sempat berhenti untuk beli. Selain bertani/berkebun, apa
sih pekerjaan umum orang Riau? Ternyata berbinis Ruko katanya, lo heh,
kok bisa? Di sepanjang perjalannya menuju kota Pekanbaru memang banyak
dijumpai ruko-ruko yang terlihat sepi, bukan untuk perkantoran atau
toko. Ternyata ruko-ruko tersebut banyak dipakai untuk gudang.
Kota Pekanbaru sudah bertransformasi menjadi kota metropolis, selain
kawasan perdagangan yang cukup padat, kota ini juga sudah dipenuhi
gedung-gedung bertingkat, mall dengan brand-brand ternama. Malam hari
aku keluar untuk membeli oleh-oleh. Kebetulan hotel yang aku tempati
dekat dengan toko oleh-oleh. Lagi-lagi aku banyak mendapati oleh-oleh
yang originated-nya oleh-oleh daerah Sumatera Barat. Oleh-oleh Riau
sendiri banyak bercita rasa manis. Berhubung aku kurang suka makanan
manis, aku lebih memilih membeli oleh-oleh yang bercita rasa pedas khas
Padang, tapi bolu kemojo wajib dicoba.
Hmm masih ada yang kurang nih, ikan baung! konon katanya ini masakan
ikan favorit di Riau. Aku tengok kanan kiri untuk cari tempat makan
tradisional. Ada beberapa jajaran warung kecil di pinggir jalan,
lagi-lagi bertuliskan warung Padang, warung Pekanbarunya mana nih? Pas
mau masuk, upss liat kecoa :(( nggak jadi deh.. mending ke Resto besar
di Seberang Jalan, yang sekali lagi bertuliskan RM. Padang! aha! ada
ikan baung. Jadilah malam itu aku makan ikan baung dengan gulai pakis
dan sambal, dihidang!
Dua piring kecil sambal (merah+hijau) aku habisin tapi tetap saja
nggak pedas 🙁 *lagi 3x* Saat membayar cukup shock, 94rb! Olala, mahal
banget! Ternyata kalau makan di RM Padang dihidang, maka akan dihitung
satu-satu, lebih irit kalo beli “rames”, maksudnya nasi, lauk, sayur,
sambalnya dicampur jadi satu.
Alhamdulillah, perjalanan 3 hari ini lumayan membuat pikiran refresh,
setelah setiap hari berkutat untuk menjalankan dan membesarkan usahaku
di Fitinline.com. Walaupun astagfirullah, aku banyak banget mengeluh di
sana, duh panas ya hawanya! padahal sih di Jogja juga ternyata sama
panasnya, hanya karena aku jarang keluar siang saja. Saatnya mencicipi
oleh-oleh yang kubawa, keripik balado dan keripik cabe. Sound hot! Eh
tapi kok nggak pedas ya? *lagi 4x* .. dalam perjalanan 3 hari ini aku
nggak bertemu makanan pedas di Riau 🙂
Comments
Post a Comment